Saya sedang melakukan pembekaman kepada seorang pasien. |
Pengobatan modern kini semakin berkembang yang ditunjukkan dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran moderen. Sementara itu, pengobatan tradisional juga mengalami tren peningkatan saat ini.
Tidak hanya di Indonesia namun juga di negara-negara lain. Salah satu jenis metode pengobatan tradisional ini adalah terapi Oxidant Releasing Therapy.
Terapi ini sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu dan berkembang di negara-negara Timur Tengah. Seperti Mesir dan Arab Saudi. Kini metode pengobatan ini berkembang hampir ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Menurut seorang praktisi terapi Oxidant Releasing Therapy, Candra P. Pusponegoro, di Indonesia, terapi ini dikenal dengan berbagai nama. Misalnya berbekam atau hijamah.
Dalam pengobatan modern, metode ini juga digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, seperti tekanan darah (tinggi dan rendah), infeksi pembuluh jantung, dan meringankan penyakit angina pektoris.
Selain itu dapat mengobati infeksi selaput pembuluh jantung, penyakit paru-paru (asma, bronchitis, flek dan lain-lain), dan penyakit batang tenggorokan (tiroid, amandel).
Selain itu juga penyakit pusing kepala (vertigo, migrain), mata, reumathic akut, kista/meom, semua jenis kanker dan tumor, alergi kulit (jerawat, gatal-gatal, biduren dan lain-lain), stroke, HIV/AIDS, gangguan reproduksi (sulit keturunan), sinusitis, berbagai macam penyakit perut dan leher dan berbagai penyakit lainnya.
Kelebihan metode pengobatan ini adalah tidak menimbulkan efek samping yang negatif sebab tidak menggunakan obat-obatan kimia.
Hal ini sangat populer di Eropa, khususnya Jerman di mana ada beberapa perusahaan medis di sana yang memroduksi alat-alat khusus dan serta tas-tas khusus untuk terapi ini.
Misalnya perusahaan Aitienge di Jerman. Sejumlah dokter ahli dari barat, lanjut Candra, juga telah melakukan penelitian tentang keistemewaan pengobatan dengan terapi ini.
Misalnya adalah DR Michael Reed Gach dari California USA dengan desertasinya yang berjudul Potent Points, a Guide to Self Care for Common Ailment (Titik-titik Berkhasiat sebagai Panduan Perawatan Diri dan Pengobatan Penyakit Umum).
Juga Thomas W Anderson yang pada 1985 yang menulis buku 100 Diseases Treated by Cupping Method (100 Penyakit yang dapat di obati dengan Terapi homeopathy atau Hijamah).
Candra mengatakan, praktik pengobatan ini berkembang cukup pesat di Indonesia, juga di negara lain. Indikasinya adalah semakin tertariknya para ahli kedokter dan untuk meneliti tentang terapi ini.
Selain itu, animo masyarakat untuk menggunakan metode ini guna menyembuhkan berbagai penyakit yang dideritanya, juga semakin meningkat. Bahkan kini telah terbentuk Ikatan Haajim Indonesia (IHI) yang merupakan wadah bagi para ahli atau praktisi hijamah.
Dia menjelaskan, prinsip pengobatan ini adalah mengeluarkan darah kotor di dalam tubuh yang merupakan sumber dari berbagai penyakit. Caranya dengan melakukan kop atau penyedotan dengan alat khusus.
Untuk itu, lanjut Candra, terlebih dahulu dilakukan penggoresan di permukuan kulit dengan pisau bedah atau surgical blade/bisturi pada poin atau titik tertentu.
Kedalaman goresan tidak lebih dari 0,09 mm dan panjang tidak lebih dari 0,5 cm. Sebelum itu terlebih dahulu dilakukan anastesi lokal. Selanjutnya dilakukan penghisapan darah kotor dengan alat khusus sampai habis.
Indikasinya adalah keluarnya plasma atau darah putih pada setiap titik poin istimewa pada satu poin. Menurut kedokteran tradisional, di bawah kulit, otot, maupun fascia terdapat suatu poin atau titik yang mempunyai sifat istimewa.
Antara poin satu dengan poin lainnya saling berhubungan membujur dan melintang membentuk jaring-jaring (jala). Jala ini dapat disamakan dengan meridian atau habi.
Dengan adanya jala maka ada hubungan yang erat antarbagian tubuh sehingga membentuk satu kesatuan yang tak terpisahkan dan dapat bereaksi secara serentak.
"Artinya, kelainan yang terjadi pada satu poin dapat menular dan mempengaruhi poin lainnya. Pengobatan pada satu titik juga bisa mengobati titik yang lain,'' jelas Candra. (Anjar Fahmiarto/Republika)
No comments:
Post a Comment